Mengapa Yahudi dan Muslim Sama-sama Menjaga Kehalalan Makanan?

Muslim dan Yahudi makan bersama

SEMESTA SEJARAH - Pernah nggak kamu melihat produk makanan di supermarket yang ada label "halal" dan juga label "kosher"? Nah, itu bukan sekadar tempelan estetika. Dua label ini mencerminkan aturan keagamaan yang cukup ketat dari dua agama besar dunia: Islam dan Yahudi. Tapi kenapa sih umat Muslim dan Yahudi sama-sama menjaga kehalalan atau ke-kosher-an makanan mereka? Apa alasannya, dan apa sih sebenarnya persamaan dan perbedaannya? Yuk, kita kupas tuntas dengan gaya yang ringan tapi tetap berbobot!

1. Asal-Usul Konsep Halal dan Kosher

Dalam Islam, konsep halal berasal dari Al-Qur’an dan Hadits. Halal artinya “boleh” atau “diperbolehkan”, lawannya adalah haram. Dalam konteks makanan, Allah menegaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 172:

“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang telah Kami berikan kepada kalian…”

Dalam agama Yahudi, konsep kosher berasal dari hukum Taurat, khususnya dalam Kitab Imamat dan Ulangan. Kosher berasal dari kata Ibrani kashrut, yang berarti “cocok” atau “layak”. Makanan kosher harus memenuhi standar tertentu agar bisa dikonsumsi oleh umat Yahudi.

2. Mengapa Diperintahkan Menjaga Makanan?

Baik dalam Islam maupun Yahudi, makanan bukan cuma soal rasa dan gizi, tapi juga tentang ketaatan spiritual. Tubuh yang dibangun dari makanan haram atau tidak layak dipercaya akan cenderung lemah dalam menerima kebaikan dan sulit untuk taat.

Dalam Islam, Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik…” (HR. Muslim)

Sedangkan dalam Yahudi, konsep menjaga kesucian tubuh adalah bagian dari menjaga kesucian jiwa. Mereka percaya bahwa makanan haram akan menghalangi hubungan spiritual mereka dengan Tuhan.

3. Persamaan Aturan Halal dan Kosher

Meski berasal dari dua agama berbeda, ternyata banyak loh persamaan antara aturan halal dan kosher:

  • Larangan Babi: Baik Islam maupun Yahudi melarang konsumsi babi. Dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah: 173) dan Taurat (Imamat 11:7), babi dinyatakan najis.
  • Penyembelihan Khusus: Hewan harus disembelih dengan menyebut nama Tuhan. Dalam Islam disebut zabiha, dalam Yahudi disebut shechita. Prosesnya mirip: satu irisan tajam di leher dan darah harus dikuras.
  • Darah Dilarang: Keduanya melarang konsumsi darah. Dalam Islam ditekankan dalam Surah Al-An’am ayat 145. Dalam Yahudi, darah dianggap sebagai nyawa dan harus dibuang.
  • Hewan Pemakan Daging (Predator) Dilarang: Dalam dua agama, hanya hewan herbivora yang boleh dikonsumsi, asalkan berkuku belah dan memamah biak.

4. Perbedaan Penting antara Halal dan Kosher

Meski banyak persamaan, ada juga perbedaan:

  • Campuran Susu dan Daging: Dalam Yahudi, dilarang mencampur susu dan daging dalam satu makanan. Dalam Islam, ini diperbolehkan.
  • Minuman Beralkohol: Dalam Islam, alkohol secara umum haram. Dalam Yahudi, alkohol diperbolehkan selama bahannya kosher (seperti anggur kosher).
  • Sertifikasi: Label halal biasanya difokuskan pada proses penyembelihan dan bahan, sedangkan kosher lebih kompleks, termasuk peralatan dapur, waktu memasak, bahkan siapa yang memasak.

5. Kenapa Masih Penting Sampai Sekarang?

Mungkin kamu bertanya, kenapa sih di zaman modern ini umat Muslim dan Yahudi masih repot-repot urus makanan halal dan kosher?

Jawabannya: karena makanan adalah bagian dari ibadah. Ketaatan dalam perkara kecil seperti makanan adalah bentuk konkret dari kepatuhan kepada Tuhan. Ini juga menjadi pembeda identitas, menjaga umat dari asimilasi budaya yang bisa menghapus nilai-nilai agama.

Dan jangan lupa, aturan ini juga berdampak positif secara kesehatan: menjaga dari daging yang tidak higienis, menghindari makanan ekstrem, dan melatih kesadaran terhadap apa yang dikonsumsi.

Kalau Kita Sama-Sama Jaga Makan, Berarti Kita Satu Meja?

Jadi, antara halal dan kosher ternyata mirip kayak dua saudara sepupu yang satu di Timur Tengah, satu di Israel. Sama-sama jaga pola makan, sama-sama bilang “nggak” ke babi, dan sama-sama serius soal sembelihan.

Kalau ada orang Yahudi dan Muslim duduk satu meja, mereka mungkin rebutan teh mint, tapi kompak nolak bacon. Jadi, kalau ada yang bilang: “Kita beda banget,” ya mungkin perlu ajak dia makan bareng dulu!

Intinya, jaga makanan itu bukan cuma soal perut, tapi juga soal iman. Jadi, jangan sampai kita lebih khawatir sama berat badan daripada keberkahan makanan.

Dan ingat, Guys… kalau kamu bilang makananmu halal, tapi abis itu curhatin orang sambil ngunyah gorengan, ya itu yang haram bukan makanannya… tapi omongannya! 😄

Peace, love, dan halal lifestyle!

Dukung SEMESTA SEJARAH! Jika Anda menyukai artikel ini, bagikan ke teman-teman Anda atau dukung kami dengan mengikuti media sosial di bawah ini.

Baca Juga/Klik Judul :

Posting Komentar untuk "Mengapa Yahudi dan Muslim Sama-sama Menjaga Kehalalan Makanan?"