Shajar al-Durr: Ratu Besi yang Menyelamatkan Mesir

Ilustrasi Shajar al-Durr

SEMESTA SEJARAH - Shajar al-Durr adalah salah satu wanita paling berpengaruh dalam sejarah Islam. Ia bukan hanya seorang ratu, tetapi juga tokoh kunci dalam transisi dari Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk di Mesir. Keberaniannya dalam menghadapi Perang Salib dan kecerdikannya dalam berpolitik membuatnya dijuluki "Ratu Besi". Namun, kekuasaannya yang besar juga menimbulkan banyak musuh, hingga akhirnya ia menghadapi akhir yang tragis.

Artikel ini akan mengupas kisah luar biasa Shajar al-Durr, dari awal kehidupannya sebagai budak hingga menjadi penguasa Mesir yang menentukan arah sejarah Islam.

Awal Kehidupan: Dari Budak ke Permaisuri

Shajar al-Durr berasal dari bangsa Turki atau Armenia. Seperti banyak wanita pada masa itu, ia diperjualbelikan sebagai budak dan akhirnya dibeli oleh Sultan Mesir dari Dinasti Ayyubiyah, as-Salih Ayyub.

Namun, ia bukan budak biasa. Ia memiliki kecantikan yang memikat dan kecerdasan yang luar biasa. Sultan as-Salih Ayyub sangat menyukainya dan menjadikannya selir kesayangan. Setelah melahirkan seorang putra bernama Khalil, statusnya meningkat menjadi istri resmi. Sebagai permaisuri, Shajar al-Durr memiliki pengaruh besar di istana. Ia ikut terlibat dalam urusan negara dan sering mendampingi Sultan dalam kebijakan pemerintahan. Tetapi kehidupannya berubah drastis ketika Mesir menghadapi ancaman besar dari pasukan Perang Salib Ketujuh yang dipimpin oleh Raja Louis IX dari Prancis.

Menghadapi Invasi Perang Salib

Pada tahun 1249, pasukan Perang Salib mendarat di Pelabuhan Damietta, Mesir. Situasi semakin genting karena pada saat yang sama, Sultan as-Salih Ayyub jatuh sakit parah.

Di tengah kekacauan ini, Sultan wafat. Jika berita kematian Sultan tersebar, pasukan Muslim bisa kehilangan semangat dan moral mereka akan runtuh.

Shajar al-Durr mengambil keputusan yang sangat berani dengan merahasiakan kematian suaminya dan tetap mengeluarkan perintah atas namanya. Kemudian Ia bekerja sama dengan panglima Mamluk, Farisuddin Aktay dan Baibars, untuk mempertahankan Mesir. Pasukan Muslim akhirnya berhasil memenangkan Pertempuran Mansurah (1250) dan menangkap Raja Louis IX. Keberanian dan kecerdasan Shajar al-Durr berhasil menyelamatkan Mesir dari kehancuran. Namun, setelah perang berakhir, masalah baru muncul.

Naik Takhta: Wanita di Singgasana Mesir

Setelah kemenangan, putra Sultan, Turansyah, naik takhta. Namun, pemerintahannya tidak disukai oleh pasukan Mamluk, yang merasa tidak dihargai. Akibatnya, Turansyah dibunuh, dan para pemimpin Mamluk bersepakat mengangkat Shajar al-Durr sebagai Sultanah Mesir pada Mei 1250. Hal ini sangat langka dalam sejarah Islam, karena wanita jarang menjadi penguasa tunggal. Ia bahkan mencetak koin dengan namanya sendiri, sesuatu yang biasanya hanya dilakukan oleh sultan pria.

  • Namun, pemerintahannya menghadapi banyak tantangan diantaranya
  •  Kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad menolak dipimpin oleh wanita.
  •  Bangsa Ayyubiyah di Suriah juga menolak pengangkatannya.

 Para pemimpin Mamluk menyarankan agar ia menikah dengan seorang panglima agar kekuasaannya lebih kuat. Akhirnya, untuk meredakan ketegangan, Shajar al-Durr menikahi Izzuddin Aybak, seorang jenderal Mamluk, dan menyerahkan tahta kepadanya. Namun, ia tetap menjadi penguasa di balik layar.

Intrik Istana dan Akhir yang Tragis

Setelah beberapa tahun berkuasa, Aybak mulai ingin melepaskan diri dari pengaruh Shajar al-Durr. Ia berencana menikahi putri seorang penguasa lain untuk memperkuat posisinya. Ketika Shajar al-Durr mengetahui hal ini, ia merasa dikhianati. Pada tahun 1257, ia diduga memerintahkan pembunuhan Aybak. Namun, aksinya ketahuan. Sebagai balasannya, istri pertama Aybak dan para pendukungnya menangkap Shajar al-Durr. Ia akhirnya dihukum mati dengan cara yang mengerikan, dipukuli hingga tewas oleh para pelayan istana dengan sandal kayu. Jenazahnya dibuang dari istana, tetapi kemudian dimakamkan di sebuah makam megah yang masih ada di Kairo hingga kini.

Warisan Sejarah Shajar al-Durr

Meskipun menghadapi akhir yang tragis, pengaruh Shajar al-Durr dalam sejarah sangat besar. Ia menyelamatkan Mesir dari Perang Salib dengan strategi cerdiknya.Ia menjadi tokoh kunci dalam transisi dari Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk. Ia membuktikan bahwa wanita bisa menjadi pemimpin hebat, bahkan dalam dunia yang didominasi pria.

Setelah kematiannya, Dinasti Mamluk semakin kuat dan bertahan hingga tahun 1517. Banyak panglima yang pernah berjuang bersamanya, seperti Baibars, kemudian menjadi sultan besar yang memperluas kekuasaan Islam. Shajar al-Durr dikenang sebagai Ratu Besi yang menyelamatkan Mesir dan membentuk masa depan Dinasti Mamluk.

Dari cerita sejarah ini kita bisa mengambil kesimpulan bahwa Kepemimpinan Tidak Terbatas pada Gender, Kecerdasan dan Strategi Lebih Penting dari Kekuatan Fisik, Kekuasaan Bisa Menjadi Pedang Bermata Dua, Loyalitas Mempunyai Batasnya dan Peran Wanita dalam Sejarah Tidak Bisa Diremehkan. Semoga para wanita yang membaca artikel ini semakin kuat kedepannya. Amin.

Dan itu kesimpulan cerita, bagaimana jika kesimpulan yang membaca ?

Biasanya apalagi Cewek, seandainya menjadi Shajar al-Durr saat itu, saya yakin tak akan menyembunyikan kematian suaminya. Mungkin sesegera mungkin akan membuat pengumuman biar dapat brondong, dan pamer kesana kemari agar orang tahu yang pamer adalah Ratu kerajaan. Dari wajahmu Guys aku tahu kamu tukang pamer😚😂

Ha,,,ha,,, yang cowok ketawa, apalagi kalian pasti lebih parah dari Izzuddin Aybak😂

Dukung SEMESTA SEJARAH! Jika Anda menyukai artikel ini, bagikan ke teman-teman Anda atau dukung kami dengan mengikuti media sosial di bawah ini.

Baca Juga/Klik Judul :



Posting Komentar untuk "Shajar al-Durr: Ratu Besi yang Menyelamatkan Mesir"